
Wacana Denda Damai untuk Koruptor Dihentikan
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menghentikan wacana penerapan denda damai bagi koruptor. Sebab, penerapan denda damai untuk kejahatan ekonomi.
(Kompas.com) 28/12/24 10:39 41640
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menghentikan wacana penerapan denda damai bagi koruptor. Sebab, penerapan denda damai hanya berlaku bagi pelaku kejahatan ekonomi, sebagaimana disampaikan Kejaksaan Agung sebelumnya.
"Karena itu, saya rasa untuk denda damai kita selesai sampai di sini, sudah clear bahwa itu diterapkan untuk tindak pidana ekonomi. Tetapi tindak pidana ekonomi itu kan intinya juga merugikan perekonomian negara. Jadi supaya jangan disalahartikan," kata Supratman di Kantornya, Jumat (27/12/2024).
Wacana ini sebelumnya dilontarkan Supratman. Menurutnya, perkara korupsi bisa dihentikan di luar pengadilan, bila koruptor membayar denda damai yang disetujui oleh jaksa agung.
Supratman pun sempat berdalih bahwa ketentuan denda damai ini diatur di dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
Namun, setelah wacana itu bergulir, sejumlah pihak justru mengkritik pemerintah.
Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, misalnya, menyatakan bahwa denda damai tidak bisa diterapkan untuk mengampuni koruptor.
Sebab, ketentuan di dalam beleid itu hanya bisa diterapkan dalam tindak pidana ekonomi yang meliputi perpajakan, bea cukai, dan kepabeanan.
“Korupsi enggak masuk,” kata Mahfud saat ditemui di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).
Hal yang sama disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar. Menurutnya, ada konteks berbeda antara penerapan denda damai dalam UU Kejaksaan dengan uang pengganti yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Denda damai dalam UU Kejaksaan itu bukan untuk pengampunan koruptor tapi penyelesaian perkara tindak pidana ekonomi seperti kepabeanan, cukai, hingga pajak,” kata Harli kepada Kompas.com, Kamis (26/12/2024).
“Penyelesaian tipikor berdasarkan UU tipikor, yaitu dengan uang pengganti” imbuhnya.
Sejauh ini, menuturkan, penerapan denda damai belum digunakan, bahkan untuk menyelesaikan masalah kepabeanan.
Apabila persoalan korupsi ingin dapat diselesaikan dengan mekanisme denda damai, maka perlu ada redefinisi korupsi sebagai tindak pidana ekonomi. Sejauh itu belum dilakukan, maka yang berlaku adalah ketentuan di dalam Pasal 2, 3 dan seterusnya yang diatur dalam UU Tipikor.
“Kalau dari aspek teknis yuridis, tipikor tidak termasuk yang dapat diterapkan denda damai yang dimaksud Pasal 35 (1) huruf k, kecuali ada definisi yang memasukkan korupsi sebagai tindak pidana ekonomi,” tegasnya.
Sebagai perbandingan
Setelah pernyataannya menuai polemik di publik, Supratman pun memberikan klarifikasi.
#korupsi #koruptor #denda-damai #denda-damai-untuk-koruptor #wacana-denda-damai-untuk-koruptor-dihentikan